Monday, December 31, 2007

Jiwaku Terjaga di Ujung Pag

Jiwaku terjaga di ujung pagi. Ketika tiba–tiba kuragukan kembali perjalanan cintaku selama ini. Jiwaku mengaca dan tak kutemukan apa–apa selain sepotong wajah tertunduk bisu. Jiwaku yang berharap bisa mencintai Tuhan kembali kupertanyakan ketika kedekatan denganNya perlahan hilang dan pergi dari sisiku. Dan kini aku bergelora merindukanNya, ketika bayang–bayang kebahagiaan itu menghampiri hidupnya jiwaku.

Cinta kini telah pergi dariku, jauh! Jiwaku yang merasakan sakit, aku harap menemukan penyembuhan itu pada diriku sendiri. Cinta pada akhirnya memberiku banyak pelajaran. Tentang kesetiaan dan persahabatan, tentang janji dan kepastian. Cinta telah membawaku pada ingin yang tersembunyikan, pada duka yang kita simpan, atau pada lara yang terpaksa dibungkam.

Sepotong kehendak yang kembali aku pikirkan ketika aku harus menguji kekuatannya dengan ikatanku dengan Tuhan selama ini. Sepotong kehendak yang kini jadi kupikirkan kembali, disaat jiwaku begitu berhasrat akan menjalani kehidupan dengan penuh cinta dan hadir sepenuhnya di haribaanNya. Sepotong kehendak yang mungkin dulu aku pernah berhasrat menjalaninya, namun entah kenapa ketika semua menemukanku dan mengharap aku akan menemukan hidup yang lebih luas dan mencerahkanku. Sepotong kehendak yang aku berharap tidak akan membuat diriku sakit memikirkan hal ini.

Tiba–tiba aku merindukannya, di sepotong malam ini. Ketika aku rasakan harum kematian kembali menyengat hidungku. Ketika aku rasakan aku pernah mencintainya, bahkan sampai sekarang ini, sehingga menjadikanku menoleh berkali–kali dan menghitung detik–detik perjalanan yang aku lalui bersamanya yang telah berlalu. Kerinduan ini adalah kerinduan cinta. Ketika aku sadar jiwaku pernah ia isi dengan cinta.

Jiwaku yang terjerembab dalam sunyi berhari–hari, kembali merindukan kedekatan dengan jiwa–jiwa, ketika aku yakin setiap jiwa menyimpan kebaikan untuk disampaikan pada jiwa yang lain, atau ketika aku sadari sang waktu menyimpan sebuah rahasia hidup dari hadapan jiwa–jiwa.

Jiwaku yang merasakan kesunyian dalam sepotong sepi, menyadarkanku bahwa aku telah kehadiran hening. Jiwaku yang merasakan kesedihan adalah sebuah lingkar keindahan yang harus aku nikmati, mengajakku bergelimang dalam tarianNya, dalam wajah keagunganNya. Jiwaku yang menerbangkan keindahan, aku harap padaNya masih berkenan menghadirkan kesejatian cinta dalam perjalanan hari–hariku.

Jiwaku yang berteman sunyi, aku harap masih merasakan cinta. Jiwaku yang menangis, aku harap masih menemukan bahagia. Jiwaku yang senantiasa berharap untuk menemukan apa saja yang aku rasakan itu adalah kebaikan.

Cinta kini telah pergi dariku, jauh! Dan teramat jauh. Ketika tiba–tiba memutuskan dariku, dan meninggalkanku teronggok dalam sunyi dan galau, masih sempat menanyakan. Aku tidak gila dengan keadaan seperti ini.

Duhai Yang Mahaagung, seandainya Engkau kehendaki diriku untuk meraih dan memegang erat alam cintaMu, kenapa Engkau ciptakan hati ini ada ketertarikan pada selainMu? Seandainya telah Engkau ridhai diriku, aku berharap menentramkan diriku senantiasa dalamMu. Berilah aku kepastian dan keyakinan akan pertolonganMu. Seandainya Engkau kehendaki diriku untuk meraih jiwa dan cintanya, maka jangan Engkau tumbuhkan perasaan hatiku yang merasa berdusta kepadaMu. Dan jadikan diriku tetap dalam cintaMu, karena tidak ada yang bisa mengisi kekosongan di lubuk jiwaku yang terdalam selain Engkau. Atau seandainya Engkau berkehendak lain, apalah artinya aku yang melawan kebesaranMu, Engkau berkuasa atas diriku. Engkau berkehendak sepenuhnya akan jiwaku.

Cinta yang pernah membawaku pada sebuah jurang kehancuran yang terjal, kuharap bisa kembali mengulurkan kepadaku tangga untuk naik ke tepian, walau aku harus melewati jalan mendaki dan licin, untuk menghadirkan diriku kembali dalam ketegaran dan kebaikan.

Jiwaku yang pernah mendambakan cinta, kini harus aku buang jauh dari jiwaku. Ketika aku melihat pengkhianatan dari jiwa–jiwa di hadapanku, atau ketika aku menemukan harum bungaku tercampakkan dalam ruang kosong. Atau mata ini terbuka ketika aku saksikan, pandangan wajahnya mengarah liar ke jiwa–jiwa keindahan di seberang sana. Atau ketika tanpa kusadari banyak permainan jiwa–jiwa di balik diriku.

Cinta yang pernah aku lahirkan, kuharap menjadi sebuah peringatan bagiku untuk tidak mendamba dan berharap pada jiwa–jiwa itu. Cinta yang diam–diam pernah merangkulku, akhirnya perlahan aku tepis dari sisiku, untuk kembali menyadari bahwa kehadirannya akan kembali mengorek luka dalam jiwaku karena diamku kian membisu.

Kini rangkaian bunga keharuman jiwa sedang aku tata, walaupun sesekali tanganku tertusuk durinya, atau ikatan–ikatan yang telah aku susun itu terkadang terlepas dari genggaman tanganku dan mengajakku untuk merangkainya kembali.

Ya Allah, jagalah diriku selalu agar tak masuk ke dalam lumpur yang sama. Kubangan lumpur yang menghanyutkanku dan perlahan menghancurkanku. Aku ingin meraih cintaMu yang hakiki, cintaMu yang sejati.

No comments: